Apalagi, di kedai itu para pengunjung disediakan sofa empuk bersarung
batik untuk duduk menikmati jamu. Di ruangan berpendingin udara itu,
juga tersedia koneksi Internet gratis lewat fasilitas Wi-Fi. "Kafe ini
dibuat untuk menjadi tempat minum jamu yang nyaman dan bisa menarik anak
muda," kata Ayu Safitri, staf kedai itu, yang ditemui Tempo, 22 Mei
lalu.
Buka sejak pukul 10.00 hingga 23.00 WIB, kedai itu tak hanya
menawarkan jamu. Di sana juga tersedia minuman berbahan herbal, makanan
berat, kudapan, aneka sandwich, bubur tradisional, dan kopi. Khusus
jamu, seluruhnya diambil langsung dari produsen Jamu Iboe, Surabaya.
"Kebetulan pemilik kafe ini temannya cicit pemilik Jamu Iboe," ujar Ayu.
Berdiri pada Maret lalu, kedai jamu ini dirintis oleh Nova Dewi
Setiabudi dan Uwi Mathovani. Uwi, yang juga seorang desainer grafis,
kemudian mengubah beberapa bagian ruangan di kedai itu. Ruang tamunya
didesain bersuasana tempo dulu, lengkap dengan sepeda onthel,
iklan-iklan jamu retro, display rokok kretek, serta klinthingan burung
yang berbunyi di kala angin menerpa.
Siang itu, saya mengawali pengalaman menikmati jamu ala kafe
dengan memesan minuman herbal Coco Mango (Rp 18 ribu) dan Nasi Goreng
Kebun Raya (Rp 25 ribu). Coco Mango adalah campuran temulawak, mangga,
dan nata de coco. Warnanya kuning khas mangga dengan hiasan buah ceri di
atasnya. Meski judulnya minuman herbal, justru rasa mangga yang
dominan, sehingga mirip punch mangga. Adapun rasa nasi gorengnya tidak
istimewa. Terinya digoreng terlalu renyah, sehingga tidak membaur dengan
bumbu nasi yang dikuasai rempah-rempah.
Setelah mencicipi makanan pembuka yang cukup berat itu, saatnya
mencoba sajian utama: jamu. Sebagai pemula, saya mencoba jamu berseri 71
seharga Rp 9.000, yang diklaim bisa melancarkan peredaran darah dan
menyegarkan badan. Seperti jamu biasa, rasanya pahit, meski dalam
penyajiannya sudah dibubuhi jeruk nipis. Untungnya ada legen (minuman
tradisional dari pohon lontar atau siwalan) rasa jahe dalam gelas kecil,
yang cukup ampuh menetralisir kekagetan pada lidah.
Minum jamu cocok ditemani camilan. Atas rekomendasi pelayan kafe,
saya memesan singkong goreng dua buah (Rp 12 ribu). Tampilannya
minimalis dan disajikan di atas piring aluminium beralaskan daun pisang.
Tapi rasanya maksimalis, garing di luar serta lembut dan gurih di
dalam.
Terakhir, pelayan kafe ini menyarankan agar saya menjajal Green
Tamarin (Rp 18 ribu). Minuman berwarna hijau ini adalah jus sawi yang
dicampur dengan kunyit asam. Sawi yang biasa disayur itu menjadi seperti
milkshake dengan busa pada sepertiga atas gelas. Ajaibnya, aroma sawi
tak kentara dan rasanya pun segar: antara kunyit asam dan sensasi sawi.
Dari Petogogan, malamnya saya melanjutkan petualangan mencari
kedai jamu ala kafe lainnya. Saya menemukannya di bilangan Salemba,
Jakarta Pusat. Tepatnya di kedai jamu Bukti Mentjos. Kedai yang dibuka
pada 1950-an itu tidak mirip kafe, melainkan lebih tepat disebut mini
bar. Bukti Mentjos menyajikan jamu langsung di depan pengunjung yang
duduk mengelilingi meja bar berbentuk huruf L. Yang tidak kebagian
tempat duduk di mini bar bisa menuju tempat duduk tambahan beserta meja
di sebelah meja panjang utama.
Kedai yang kini dikelola oleh Horatius Romuli, generasi ketiga
Jamu Bukti Mentjos, itu tak hanya menyajikan jamu, tapi juga bubur,
minuman herbal, dan aneka kudapan. Para pelayan akan menanyakan jamu
yang akan kita pesan dengan tiga tingkat kepahitan. "Mau yang pahit,
sedang, atau manis," kata sang pelayan.
Meski sudah memilih kategori sedang untuk jamu sehat wanita (Rp
16 ribu), saya butuh sekitar 30 menit untuk menandaskannya. Terlalu
pahit untuk ditelan langsung.
Bagi penggemar jamu, rasa pahit tentu tak masalah. Namun bagi
saya, yang termasuk hampir tak pernah minum jamu, itu butuh perjuangan.
Karena itu, bagi pemula, saya menyarankan sebaiknya memulai menikmati
jamu di kedai itu dari level terendah: manis.
Toh, rasa pahit jamu tak menjadi momok. Jumlah pengunjung tetap
padat hingga menjelang kedai itu tutup pada pukul 21.30 WIB. Tak hanya
orang tua, banyak pula keluarga muda dengan anak mereka. Tampaknya para
pengunjung itu mendambakan terwujudnya slogan Bukti Mentjos: "Rakyat
Sehat, Negara Kuat"DIANING SARI
Senin, 03 Juni 2013
Kafe dan Bar
Tags :
Related : Kafe dan Bar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
-Kami tidak akan segan-segan menghapus komentar anda jika tidak berhubungan dengan artikel.
-Dilarang keras berkomentar dengan live lnik (akan dihapus).
-Komentar yang membangun sangat kami harapkan Untuk memajukan blog ini.